KAIDAH-KADIAH USHUL FIKIH ( bagian kedua )

 ﷽

4. Pengertian Nahi ( Larangan )

النَهْيُ هُوَ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الاَعْلَى اِلَى الاَدْنَى    
             
Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.

5. Bentuk-bentuk nahi

5. A. Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiah” / lam nahi = janganlah
Contoh ;   ِلَا تُفسِدُوا فِى الأَرض   

5. B. Lafadz-lafadz lain yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan / suatu larangan contoh ; وَأَحَـلَّ اللهُ البَيعَ وحَـرَّمَ الرِّبَا        

6. Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya

a. Kaidah Pertama
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”
الاَصْلُ فِى النَهْيِ لِلتَحْرِيْمِ

Tujuan adanya larangan pada dasarnya karena perkara tersebut tidak boleh dilakukan atau haram. Jadi hukum asal larangan itu untuk mengharamkan. Contoh larangan untuk minum arak menunjukakan bahwa minum arak hukumnya haram.

b. Kaidah Kedua
“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan dalam segala zaman.”
الاَصْلُ فِى النَهْيِ المُطْلَقْ يَقْتَضِى التِكْرَارَى فِى جَمِيْعِ الاَزْمِنَةِ

Apabila larangan itu tidak dikaitkan dengan batasan waktu atau sebab-sebab lain, maka berarti disuruh untuk meninggalkan selamanya, tetapi jika larangan itu terkait dengan waktu, maka larangan itu berlaku bila ada sebab saja

“Janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk.” (QS an-Nisa’ /4: 43)


 

c. Kaidah Ketiga
“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang menjadi kebalikannya.”
النَهْيُ عَنْ شَيْئٍ اَمْرٌ بِضِدِهِ

Maka tinjauan mafhum mukhalafah-nya adalah sebagaimana kaidah tersebut di atas. Sebagai contoh: LARANGAN SYIRIK  berarti PERINTAH meninggalkannya.

d. Kaidah Keempat
“Larangan menunjukan bahwa perkara yang dilarang itu rusak.”
النَهْيُ يَدُلُّ عَلَى فَسَادِ المُنْهِىِّ عَنْهُ

Alasan kenapa ada larangan dikarenakan dalam perkara yang dilarang ada kerusakan. Baik secara hukum maupun secara dzohir. Contoh larangan jual beli barang najis menunjukan bahwa jual belinya rusak dan tidak sah

e. Kaedah Kelima

Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-ulang


الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار


“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan yang dituntut.”


“Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)


Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya.

f. Kaedah Keenam
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ

“Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian jauh, hendaklah mengqadha puasa itu pada hari yang lain.” (QS Al-Baqarah/2 : 184)


Puasa Ramadhan yang ditinggalkan itu boleh ditunda mengerjakannya, asal tidak melalaikan pekerjaan itu dan sebelum masuk Ramadhan berikutnya.

g. Kaedah Ketujuh
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ


كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا


Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” (HR Muslim)


Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” (QS Al-Maidah/5 : 2)


Berdasarkan dua uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah ibadah haji.

h. Kaedah Kedelapan
 “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ الاِمْكَانِ

“Jika kamu berjunub maka mandilah.” (QS Al-Maidah/5 : 6)

Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (QS Al-Isra’ /17: 78)


 
i. Kaedah Kesembilan
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya / perantara.”

الاَمْرُ بِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ


Misalnya, perintah mendirikan shalat berarti perintah untuk berwudhu, karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

===

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mujtahid Tarjih dalam Mazhab Imam Asy-Syafi'i

Google Blunder, Kita Jadi Keblinger