KUPAS TUNTAS NIAT SHAUM RAMADHAN BERDASARKAN EMPAT IMAM MAZHAB

A. Niat definisi dan istilah

Niat secara bahasa berarti menyengaja. Secara istilah, Imam Mawardi dalam kitab Al-Mantsur fil Qawa’id mengatakan, niat adalah bermaksud melakukan sesuatu disertai pelaksanaannya. Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ mengartikannya sebagai “tekad hati untuk melakukan amalan fardhu atau yang lain.”

Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali rhm menyebutkan bahwa fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan.

Di samping itu, untukmembedakan tujuan seseorang dalam beribadah; apakah seorang beribadah karena mengharap ridha Allah swt ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia. (Lihat: Ahmad Ibnu Rajab al-Hambali, Jami’ul-‘Ulum wal Hikam, Beirut: Darul Ma’rifah, 1408 H. , Halaman 67). 


B. Makna Niat

Para ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat sah (rukun) ibadah, termasuk puasa. Artinya, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala manakala tidak disertai niat.


Karenanya, para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat ini. Bahkan, Imam Syafi’i, Ahmad, Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu Dawud dan al-Daruquthni menuturkan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu. 


C. Pokok Bahasan

Terkait niat puasa, ada dua permasalahan yang sering diperbincangkan oleh para ulama, yaitu waktu pelaksanaan niat dan hukum memperbaharui niat.


Berkenaan dengan waktu pelaksanaan niat, imam madzhab empat sepakat bahwa puasa yang menjadi tanggungan seseorang, seperti puasa nazar, puasa qadha’, dan puasa kafarah, niatnya harus dilaksanakan pada malam hari sebelum fajar. Kemudian imam madzhab – selain Malik – juga sepakat bahwa niat puasa sunnah tidak harus dilaksanakan pada malam hari. 


D. Waktu Niat Puasa

Adapun puasa Ramadhan, para ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i, Malik, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.


Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah. Mereka berpegangan pada haditsriwayat Hafshah, bahwa Nabi ﷺ bersabda : 

Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya. { HR. Nasa'i : 2331, Shohih }

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ « صحيح النسائي : ٢٣٣١ | خلاصة حكم المحدث : صحيح


Hadits di atas secara jelas menegaskan ketidakabsahan puasa bagi orang yang tidak berniat di malam hari. Di samping hadits, mereka juga berpedoman pada qiyas (analogi).

Mereka mengqiyaskan puasa Ramadhan dengan puasa nazar, kafarah, dan qadha’, di mana keduanya sama-sama wajib. Jika niat puasa nazar, kafarah, dan qadha’ harus dilakukan di malam hari, begitu juga niat puasa Ramadhan.


Kedua, Abu Hanifah dan para pengikutnya mengatakan bahwa niat puasa dapat dilakukan mulai terbenamnya matahari sampai pertengahan siang. Artinya, tidak wajib melakukan niat di malam hari. 

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." { Al-Baqarah: 187 }

 أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ


Pada ayat tersebut, Allah membolehkan kaum Mukminin untuk makan, minum, dan bersenggama pada malam bulan Ramadhan sampai terbit fajar. Lalu setelah terbit fajar, Allah nyuruh berpuasa, dimulai dengan niat terlebih dahulu. Dengan demikian, niat puasa tersebut terjadi setelah terbit fajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa niat puasa boleh dilakukan setelah terbit fajar, tidak harus di malam hari.

Mereka juga berpegangan pada hadits Nabi ﷺ : 

Dari Salamah bin Al-Akwa’ ra, ia berkata: (Pada hari ‘Asyura, Nabi ﷺ menyuruh seorang laki-laki dari suku Aslam’ agar memberitahukan kepada orang-orang bahwa siapa saja yang tidak berpuasa maka hendaklah ia berpuasa, dan siapa saja yang telah makan, hendaklah ia menyempurnakan puasanya sampai malam). (HR. Muslim, No. 1136). 


عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَأَمَرَهُ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي النَّاسِ: مَنْ كَانَ لَمْ يَصُمْ فَلْيَصُمْ، وَمَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ صِيَامَهُ إِلَى اللَّيْلِ 


Sementara kelompok kedua yang terdiri dari Imam Malik rhm dan para pengikutnya tidak mensyaratkan pengulangan niat setiap hari.

Bagi mereka, niat puasa Ramadhan cukup dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadhan. Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah.

Dan satu ibadah hanya membutuhkan satu niat. (Lihat: Muhammad Ramadhan al-Buthi, Muhadharat fil Fiqhil Muqaran, Damaskus: Darul Fikr, 1981, halaman 28-34). 



Untuk lebih rinci, berikut ini pendapat empat mazhab:

Pertama, Imam Syafi’ie dan Imam Ahmad Bin Hambal rhm. Menurut keduanya, niat puasa Ramadhan wajib dibaca (dalam hati) pada waktu malam. Yaitu mulai masuk waktu maghrib sampai jelang subuh.


Berbeda dengan puasa sunah, sah-sah saja dibaca siang hari. Asal sebelum matahari tergelincir (Masuk waktu duhur).


Untuk puasa fardu, keduanya berlandaskan hadits dari Sayyidah Hahshoh ra. ﷺ


Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar (Fajar Shodiq/subuh), maka puasanya tidak sah.


من لم يبيِّتِ الصِّيامَ قبلَ الفَجرِ، فلا صيامَ لَهُ « 

رواه النسائي في الصيام, باب ذكر اختلاف الناقلين برقم ٢٣٣١، والدارمي في الصوم, باب من لم يجمع الصيام من الليل برقم ١٦٩٨ »


Untuk puasa sunah, didasarkan pada hadits Nabi ﷺ dari Sayyidah Aisyah ra.,

Suatu hari Nabi Muhammad ﷺ. menemuiku. Lalu beliau bertanya: adakah kamu memiliki sesuatu (makanan)? Kami menjawab : tidak ada. Lalu beliau bersabda: Jika demikian, maka aku akan puasa (sunah).{HR. Muslim : 1154 }

دَخَلَ عَلَيَّ النبيُّ ﷺ ذَاتَ يَومٍ فَقالَ: هلْ عِنْدَكُمْ شيءٌ؟ فَقُلْنَا: لَا، قالَ: فإنِّي إذَنْ صَائِمٌ « صحيح مسلم : ١١٥٤ »


Kedua, Imam Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya. Menurut beliau, sah-sah saja berniat di malam hari atau siang hari sebelum tergelincirnya matahari. Namun ini khusus puasa wajib yang sudah memiliki waktu tertentu seperti ramadhan dan puasa nadzar yg ditentukan. Untuk puasa sunah, mutlak. Dalam artian semua puasa sunah bisa berniat di siang hari sebelum matahari tergelincir.



Mazhab ini berlandaskan firman Allah swt. dalam Surat Al-Baqoroh (2) : 187

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ



Menurut mazhab kedua ini, Allah swt. membolehkan makan dan minum sampai terbit fajar. Lalu setelah itu memberikan perintah untuk puasa. Dalam artian, niat puasa boleh dilakukan siang hari.

Adapun hadits di atas (dari Sitti Hafshoh), hanya berkenaan dengan fadhilah puasa. Dalam artian, jika berniat setelah terbit fajar, maka keutamaan puasanya menjadi nol. Atau hadits tersebut menunjukkan pada larangan berniat puasa sebelum masuk waktu maghrib. Artinya, saat hari selasa misalkan, tidak boleh berniat keesokan harinya (Rabu).


Ketiga, Imam Malik dan sahabat-sahabatnya. Menurut beliau, andaikata ada orang yg berniat pada malam pertama ramadhan bahwa ia akan berpuasa sebulan penuh, maka puasa orang ini hukumnya sah. Dalam artian satu bulan penuh ia hanya berniat satu kali, yaitu pas malam pertama bulan puasa, puasanya sah. Niat puasa tidak perlu dibaca tiap malam. Jika diulang-ulang, maka hukumnya sunah.


Mazhab ini mengqiyaskan niat puasa dengan niat sholat dan haji. Dalam artian, saat sholat tidak usah berniat tiap rokaat.


Lalu, bagaimana jika saat berniat sebulan penuh, tiba-tiba di tengah bulan haid atau ditimpa sesuatu yang dianjurkan tidak puasa, apa tetap wajib mengulang niat tiap malamnya? Mereka menjawab (mazhab ketiga), wajib berniat lagi di sisa hari bulan ramadhan. (Lihat Ibanatul Ahkam Juz 2, hal. 376-378)


والله أعلم بالصواب

Semoga artikel ini bermanfaat


NB :

Dari berbagai sumber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAIDAH-KADIAH USHUL FIKIH ( bagian kedua )

LAFAZ NIAT PUASA RAMADHAN DICICIL PERHARI ATAU DIRAPEL?

*DETIK-DETIK WAFATNYA SITI KHADIJAH, ISTRI TERCINTA RASULULLAH saw*